Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai
Negeri Sipil (PNS), yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Maret
2017, juga memuat aturan tentang cuti bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Menurut PP ini, cuti diberikan oleh PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian),
yang dapat didelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat dilingkungannya untuk memberikan cuti, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan
Pemerintah ini atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Dalam PP ini disebutkan, cuti terdiri atas:
1. Cuti Tahunan
PP ini menyebutkan, PNS dan calon PNS
yang telah bekerja paling kurang 1 (satu) tahun secara terus menerus berhak
atas cuti tahunan. Lamanya hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud adalah 12
(dua belas) hari kerja.
Untuk menggunakan hak atas cuti tahunan
sebagaimana dimaksud, PNS atau calon PNS yang bersangkutan mengajukan
permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi
wewenang untuk memberikan hak atas cuti tahunan. “Hak atas cuti tahunan
sebagaimana dimaksud diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang
menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti tahunan,” bunyi Pasal
312 ayat (4) PP ini.
Dalam hal hak atas cuti tahunan yang
akan digunakan di tempat yang sulit perhubungannya, menurut PP ini, jangka
waktu cuti tahunan tersebut dapat ditambah untuk paling lama 12 (dua belas)
hari kalender.
Hak atas cuti tahunan yang tidak
digunakan dalam tahun yang bersangkutan, menurut PP ini, dapat digunakan dalam
tahun berikutnya untuk paling lama 18 (delapan belas) hari kerja termasuk cuti
tahunan dalam tahun berjalan.
“Hak atas cuti tahunan yang tidak
digunakan 2 (dua) tahun atau lebih berturut-turut, dapat digunakan dalam tahun
berikutnya untuk paling lama 24 (dua puluh empat) hari kerja termasuk hak atas
cuti tahunan dalam tahun berjalan,” bunyi Pasal 313 ayat (2) PP ini.
2. Cuti Besar
PP ini juga menyebutkan, PNS yang telah
bekerja paling singkat 5 (lima) secara terus menerus, menurut PP ini. berhak
lama 3 (tiga) bulan. Ketentuan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus
menerus dikecualikan bagi PNS yang masa kerjanya belum 5 (lima) tahun, untuk
kepentingan agama. PNS yang menggunakan hak atas cuti besar, menurut PP ini,
tidak berhak atas cuti tahunan dalam tahun yang bersangkutan.
“Hak cuti besar diberikan secara
tertulis oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan
hak atas cuti besar. Namun hak cuti besar dapat ditangguhkan penggunaannya oleh
PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti
besar untuk paling lama 1 (satu) tahun apabila kepentingan dinas mendesak,
kecuali untuk kepentingan agama,” bunyi Pasal 317 PP ini.
3. Cuti Sakit
Menurut PP ini, setiap PNS yang
menderita sakit berhak atas cuti sakit. PNS yang sakit lebih dari 1 (satu) hari
sampai dengan 14 (empat belas) hari, menurut PP ini, berhak atas cuti sakit,
dengan ketentuan PNS yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara
tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk
memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter.
PNS yang menderita sakit lebih dari 14
(empat belas) hari, menurut PP ini, berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan
PNS yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK
atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti
sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter pemerintah.
Hak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud
diberikan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun. Jangka waktu cuti sakit
sebagaimana dimaksud dapat ditambah untuk paling lama 6 (enam) bulan apabila diperlukan,
berdasarkan surat keterangan tim penguji kesehatan yang ditetapkan oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
PNS yang mengalami gugur kandungan,
menurut PP ini, berhak atas cuti sakit untuk paling lama 1 1/2 (satu setengah)
bulan.
“Untuk mendapatkan hak atas cuti sakit
sebagaimana dimaksud, PNS yang bersangkutan mengajukan permintaan secara
tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk
memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter atau
bidan,” bunyi Pasal 321 ayat (2) PP ini.
4. Cuti Melahirkan
PP ini juga menyebutkan, untuk
kelahiran anak pertama sampai dengan kelahiran anak ketiga pada saat menjadi
PNS, berhak atas cuti melahirkan. Untuk kelahiran anak keempat dan seterusnya,
kepada PNS diberikan cuti besar. Lamanya cuti melahirkan sebagaimana dimaksud
adalah 3 (tiga) bulan.
Untuk dapat menggunakan hak atas cuti
melahirkan sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, PNS yang bersangkutan
mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima
delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti melahirkan.
“Hak cuti melahirkan sebagaimana
dimaksud diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi
wewenang untuk memberikan hak atas cuti melahirkan,” bunyi Pasal 326 ayat (2)
PP ini.
5. Cuti Karena Alasan Penting
Menurut PP ini, PNS berhak atas cuti
karena alasan penting, apabila: a) ibu, bapak, isteri atau suami, anak, adik,
kakak, mertua, atau menantu salit keras atau meninggal dunia; b) salah seorang
anggota keluarga yang dimaksud pada huruf a meninggal dunia, dan menurut
peraturan perundang-undangan PNS yang bersangkutan harus mengurus hak-hak dari
anggota keluarganya yang meninggal dunia; atau c) Melangsungkan perkawinan.
“Lamanya cuti karena alasan penting
ditentukan oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk
memberikan hak atas cuti karena alasan penting paling lama 1 (satu) bulan,”
bunyi Pasal 330 PP Nio. 11 Tahun 2017 itu.
6. Cuti Bersama
PP ini menegaskan, Presiden dapat
menetapkan cuti bersama. Cuti bersama sebagaimana dimaksud tidak mengurangi hak
cuti tahunan.
PNS yang karena Jabatannya tidak
diberikan hak atas cuti bersama, menurut PP ini, hak cuti tahunannya ditambah
sesuai dengan jumlah cuti bersama yang tidak diberikan. Cuti bersama
sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
7. Cuti di Luar Tanggungan Negara
PP ini juga menyebutkan, PNS yang telah
bekerja paling singkat 5 (lima) tahun secara terus-menerus karena alasan
pribadi dan mendesak dapat diberikan cuti di luar tanggungan negara. Cuti di
luar tanggungan negara itu dapat diberikan untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
“Jangka waktu cuti di luar tanggungan
negara sebagaimana dimaksud dapat diperpanjang paling lama I (satu) tahun
apabila ada alasan-alasan yang penting memperpanjangnya,” bunyi Pasal 334 ayat
(3) PP ini.
Menurut PP ini, cuti di luar tanggungan
negara mengakibatkan PNS yang bersangkutan diberhentikan dari Jabatannya.
Jabatan yang menjadi lowong karena pemberian cuti di luar tanggungan negara
harus diisi.
Untuk mendapatkan cuti di luar
tanggungan negara, menurut PP ini, PNS yang bersangkutan mengajukan permintaan
secara tertulis kepada PPK disertai dengan alasan. “Cuti di luar tanggungan
negara hanya dapat diberikan dengan surat keputusan PPK setelah mendapat persetujuan
dari Kepala BKN,” bunyi Pasal 336 ayat (2) PP ini.
Menurut PP ini, selama menjalankan cuti
di luar tanggungan negara, PNS yang bersangkutan tidak menerima penghasilan
PNS. Dan selama menjalankan cuti di luar tanggungan negara tidak diperhitungkan
sebagai masa kerja PNS.
Ditegaskan dalam PP ini, PNS yang sedang menggunakan hak atas cuti dapat
dipanggil kembali bekerja apabila kepentingan dinas mendesak. Dalam hal PNS
dipanggil kembali bekerja sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, jangka waktu
cuti yang belum dijalankan tetap menjadi hak PNS yang bersangkutan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian cuti diatur dengan
Peraturan Kepala BKN (Badan Kepegawaian Negara).
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi
Pasal 364 Peratuan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 yang telah diundangkan oleh
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 7 April 2017.
0 comments:
Posting Komentar